7.4.08

Sisi Negatif Kebiasaan Onani

KEBIASAAN onani pada remaja adalah fenomena yang layak dicermati. Umumnya para remaja sadar, bahwa perbuatan tersebut tidak baik. Namun mereka pun merasa kesulitan untuk menghentikannya. Mereka bingung, kebiasaan itu tidak mudah dihilangkan terlebih lagi belum adanya tempat penyaluran yang layak. Terkadang dihantui rasa berdosa dan berbagai tekanan batin lainnya. Namun tak sedikit pula remaja yang menganggap bahwa onani itu lebih baik dari pada mela-kukan zina. Anggapan itu mungkin didasarkan pada keterangan dari seksolog atau konsultan seks dan para juru dakwah.

Tak heran jika perilaku ini kian meggejala di kalangan remaja. Menurut angket Dr. Sarlito Wirawan Sarwono yang dimuat dalam bukunya berjudul “Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja”, dari 417 responden, 41,6% remaja sering melakukan onani. Menurut angket Dr. H. Ali Akbar yang dimuat dalam bukunya “Seksualitas Ditinjau dari Hukum Islam”, dari 54 responden, 76% remaja rutin melakukan onani. Begitu pula menurut penelitian Dr. Kartini Kartono yang dimuat dalam bukunya “Psikologi Wanita”, menya-takan bahwa hampir 90% remaja pernah/sering melakukan onani.

Psikolog Kensey berpendapat bahwa onani merupakan suatu bentuk rangsangan yang dilakukan dengan sengaja pada diri sendiri untuk memperoleh kepuasan erotik. Rang-sangan itu tidak hanya bersifat taktil (berkaitan dengan sentuhan atau rabaan), melainkan juga berkaitan dengan psikis. Burt menambahkan, obyek utama rangsangan pada perempuan adalah klitoris sedang-kan pada pria adalah penis.

Pendapat lain menyatakan bahwa onani merupakan suatu tindakan darurat untuk menyalurkan has-rat biologis dengan rasa aman, artinya tidak mengandung banyak resiko. Karena itu, perilaku ini sering dilakukan para remaja untuk mengu-rangi ketegangan atau menunda perkawinan karena ingin menye-lesaikan studi dulu atau karena belum ada kemampuan secara materi untuk menikah.

Onani atau sering disebut juga masturbasi, berasal dari bahasa latin, masturbatio yang berarti pemuasan kebutuhan seksual terhadap diri sendiri dengan menggunakan tangan (mastur: tangan, batio: menodai) sehingga masturbasi berarti menodai diri sendiri dengan tangan sendiri (dholimun linnafsih). Ada juga yang menyebut bahwa onani adalah manipulasi alat kelamin sehingga mendapatkan kepuasan seksual.

Nama lain bagi onani selain masturbasi adalah zelfbeulekking (penodaan dengan tangan), auto-stimuli, autoetism, self gratification, dan ipsasi. Bahkan para psikolog sering juga menyebut dengan nama monoseks, yaitu kepuasan seks oleh diri sendiri. Para ulama di kalangan umat Islam sering menyebut dengan nama istimna’. Jika istimna’ ini dilakukan oleh laki-laki disebut jaldu umrah atau ilthaf.

Istilah onani diambil dari nama seseorang yang sering melakukan onani yaitu Onan. Dia hidup di tanah Arab sebelum Islam. Di kalangan umat Nasrani kala itu, Onan terkenal orang yang paling sering melakukan masturbasi. Ketika datang Islam orang Arab menyebut perbuatan itu dengan Az-Zinatu biyadih atau zina tangan.

Menurut Dr. Kartini Kartono (1992), bahwa 9 dari 10 remaja yang melakukan onani, mendapat kebiasaan itu karena menirukan temannya, dan teman itu memberikan contoh, memberikan informasi-informasi dan mem-berikan rangsangan-rangsangan baik dengan buku atau bentuk lainnya. Sebagai akibat pengaruh dari luar yang tidak menguntungkan ini, serta didorong oleh kematangan seksual yang kian memuncak, maka remaja sering melakukan onani ditambah lagi dengan stimulasi eksternal seperti buku cabul baik berupa gambar atau tulisan atau blue film (BF).

Perilaku onani pada stadium kronis yaitu dilakukan secara bertahun-tahun dan secara eksesif (di luar batas, banyak sekali), masalahnya akan semakin kompleks. Karena kebiasaan tersebut bukan hanya merupakan pemuasan bagi kebutuhan fisik belaka, tetapi sudah ditambah oleh problem-problem psikologis berupa kebingung-an dan rasa was-was terhadap berba-gai dosa dan eksis negatif yang akan dideritanya. Sementara ia sendiri tidak mampu lagi mengendalikan diri. Akibatnya, ia menjadi murung, dihan-tui ketakutan, minder, tak punya pen-dirian, tak punya keberanian mende-kati lawan jenis, cepat tersinggung, dan berbagai problema psikologis lainnya.

Para psikolog umumnya sepen-dapat bahwa onani merupakan gejala yang lumrah atau biasa terjadi dan tidak ada pengaruh negatif terhadap fisik dan psikis jika dilakukan dalam stadium rendah. Para medis atau para dokter pun nampaknya sependapat, bahwa dalam stadium rendah/normal, onani tidak akan berpengaruh pada kesehatan badan. Justru yang menjadi masalah adalah gejala psikologi seperti rasa was-was, perasaan berdosa, takut, dan lain-lain. Gejala psikologis inilah yang mengubah perbuatan onani menjadi gejala fatalogis atau berubah menjadi suatu penyakit yang kompleks baik fisik maupun psikis.

Walaupun demikian, perilaku onani, apalagi dilakukan secara eksesif (berlebihan), berakibat buruk terhadap pertumbuhan watak seseorang. Terutama hal ini menyebabkan kebiasaan pemuasan seksual yang terlampau murah dan mudah sehingga daya tahan psikisnya menjadi semakin lemah terbukti dengan semakin lemahnya daya tahan pengekangan diri.

Kebanyakan orang mengira, akibat negatif dari onani, timbul gejala cepat, sensitivitas yang meningkat, malas bekerja dan belajar, lemahnya daya konsentrasi, gelisah, dan murung. Penelitian menunjukkan bahwa hal itu tidak sepenuhnya benar. Hal itu sebenarnya luapan produk dari krisis psiko-fisis yang ditimbulkan oleh usia pubertas yang banyak dipengaruhi oleh konflik psikis.

Namun kebiasaan onani secara terus menerus dan berlebihan (eksesif) akan mengakibatkan gejala-gejala fisik yang sangat melelahkan karena menyerap banyak energi dan kekurangan zat besi sehingga kelelahan itu nampak sekali mana-kala melakukan aktivitas yang memeras tenaga seperti kerja dan belajar.

Yang paling berbahaya adalah jika pelaku onani eksesif sudah merasa bahwa perbuatannya menje-mukan sehingga ia menginginkan sesuatu yang berbeda dan lebih menantang. Mereka ingin mengenal atau merasakan kenikmatan lebih jauh lagi. Sehingga mereka mulai berpikir untuk berhubungan intim dengan lawan jenis di luar nikah. Berbagai kasus menunjukkan, kebanyakan tindak kejahatan sek-sual terutama tindak pemerkosaan, kebanyakan dilakukan oleh remaja yang sering melakukan onani atau melakukan onani secara eksesif.

Atas pertimbangan itulah, sebagian ulama Islam mengharam-kan perbuatan onani, seperti Imam Syafi’i, Maliki, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan lain-lain. Perbuatan ini dinilai banyak mendatangkan madlarat dan lebih mendekatkan pada perzinahan. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan norma Islam yang memerintahkan agar umat Islam menjaga kehormatannya (kemaluannya) dan meninggalkan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat. (QS. Al-Mu’minun: 1-6). Namun dalam stadium rendah, sebagian ulama membolehkannya atau memakruhkannya dengan syarat, jika keadaannya benar-benar madlarat atau terpaksa seperti berada di medan perang yang jauh dari istri atau belum ada kemampuan menikah sementara kebutuhan biologis semakin mendesak.

Terapi Pedagogis
Untuk menghentikan atau mencegah kebiasaan onani pada remaja, perlu adanya antisipasi semenjak dini terutama pengenalan mereka terhadap norma-norma agama dan kaidah moral masyarakat. Sehingga memungkinkan remaja dapat membentengi dirinya dari hal-hal yang merugikan dirinya. Dengan benteng yang kuat mereka tidak akan mendekati hal-hal yang berbau porno. Kalaupun mereka telah mencapai tingkat kematangan seksual yang cukup dan belum mampu menikah, Islam menganjurkan untuk berpuasa.

Bimbingan pedagogis ini, memungkinkan remaja mampu mengendalikan diri dari kecenderungan negatif. Dan bagi remaja yang telah kadong melakukannya walaupun belum terbiasa, diperlukan bimbingan yang bijaksana. Tidak perlu menakut-nakuti mereka yang justru akan menimbulkan fatalogis dan berbagai gejala psikis yang sangat berbahaya. Demikian pula bagi remaja yang melakukan onani secara eksesif atau berlabihan dan ketagihan, perlu meminta nasehat dari psikiater atau seorang dokter yang memiliki orientasi psikologis yang cukup sehingga bisa memberikan terapi secara bijaksana dan akurat.

Oleh Toha Nasrudin

Tidak ada komentar:

Bila Jodoh tak Kunjung Datang

Maksud hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai. Garis hidup setiap orang berbada. Sesuatu yang diharapkan kadang hanya tinggal kenangan. Sebaliknya yang tak diharapkan justru datang lebih awal. Jodoh, adalah hal yang cukup pelik bagi sebagian orang. Tapi jangan larut dalam kegalauan, teruslah mencari solusi. www.geloracinta.com bisa jadi solusi untuk Anda. Simak dengan segenap kejujuran.

www.geloracinta.com